Laman

Rabu, 15 Maret 2017

UPAYA GURU DALAM MENGEMBANGKAN METODE PEMBELAJARAN

H. Ahmad Afan Zaini [1]

Abstraksi

In teaching learning process, method or style is very important, as the way to give the informations or materials to the students. More than, method or style is one of the element that can make the successful in the teaching learning process applied. So, as  teachers, we have to creative, selective, and competitive in applying which ones of the method or style is best that can be used in teaching learning process.   
Kata Kunci : Guru, Metode, Pembelajaran

A.      Pengantar
Dalam proses belajar mengajar, metode atau cara penyampaian materi merupakan bagian penting dari sub-komponen pendidikan. Bahkan, metode sesungguhnya sangat menentukan tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran pendidikan. Dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar,  guru selalu dihadapkan dengan “suatu pilihan” metode apa yang sekiranya sesuai dengan kondisi materi pelajaran, tingkatan kemampuan siswa, atau bahkan kelas/lingkungan, dan seterusnya.
Sehingga aspek metode merupakan inti yang menentukan tercapainya sebuah tujuan kegiatan, yakni tujuan pembelajaran. Sebagaimana diketahui bahwa metode pembelajaran telah tersedia bermacam-macam jenis. Hanya menggunakan dan memilih metode mana yang dianggap paling tepat. Penggunaan metode sesungguhnya tidak terlepas dari beberapa hal; pertama, keadaan siswa yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan, dan perbedaan individual. Kedua, tujuan yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metodenya juga yang relevan dengan tujuannya. Ketiga, situasi yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas dan situasi lingkungan. Keempat, alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan. Kelima, kemampuan dan pengalaman mengajar tentu saja sangat menentukan, baik itu mencakup kemampuan fisik, maupun keahlian atau ketrampilan.[2]
Untuk mengetahui tentang kajian ini maka penulis mengajukan beberapa hal untuk melihat seberapa jauh apresiasi guru terhadap penggunaan dan pengembangan metode. Adapun tolok ukur yang menjadi bahan kajian pada sub-bahasan ini, diantaranya: 1) Metode yang dipakai guru dalam pembelajaran, dan 2) Upaya guru dalam mengembangkan metode pembelajaran.

B.  Metode yang Digunakan Guru
Metode adalah cara dan gaya (method and style) yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Adapun yang dimaksud dengan metode disini  yaitu cara, teknik atau pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan proses belajar mengajar tidak bisa berjalan dengan sendirinya, tanpa dukungan cara, gaya atau pendekatan yang sangat memadahi. Oleh sebab itu, metode adalah satu kesatuan yang melekat pada diri pribadi guru.
Menyadari begitu pentingnya metode, tugas guru sebagai fasilitator berkewajiban dapat menggunakan cara atau teknik penyampaian pesan kepada siswa dengan tepat. Dengan kerangka inilah guru bisa berharap tujuan pesan yang hendak disampaikannya kepada peserta didik dapat tercapai dengan maksimal. Bahkan, sukses tidaknya interaksi guru dengan siswa sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh metode.
Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya (tulisan pertama) bahwa penggunaan metode memang menyesuaikan dengan tujuan, materi, dan kemampuan guru itu sendiri. Karenanya, menggunakan metode tidak bisa dengan satu metode saja. Bahkan bila perlu bisa menggunakan sebanyak-banyaknya sesuai dengan kondisi yang memungkinkan untuk itu. Dalam hal ini penulis mengajukan kepada para guru tentang metode yang dipakai, guna melihat seberapa jauh para guru menggunakannya.[3]
Berdasarkan temuan penulis dari sumber informasi guru, bahwa para guru mayoritas menggunakan metode metode kombinasi, campuran, gabungan atau eklektik. Selain itu, metode yang mereka gunakan yaitu metode ceramah, demonstrasi, diskusi, pemberian tugas, tanya jawab, praktikum, eksperimen, problem solving, dan lain-lain.
Apresiasi guru terhadap penggunaan metode kombinasi yaitu metode yang digunakan harus sesuai dengan pokok bahasan atau materi yang akan disampaikan. Karena itu, metodenya bisa berubah-ubah dan tentu saja harus mengkaitkan dengan suasana kelas, aktivitas siswa, fasilitas dan sarana-prasarana sekolah.
Sementara itu, hanya sebagian kecil saja guru yang memakai dua metode yakni ceramah dan tanya jawab (brainstorming). Dalam pandangan mereka bahwa dua metode tersebut adalah sangat efektif dalam menyampaikan semua jenis materi kepada siswa. Bahkan, dalam kondisi apapun metode itu dapat cocok untuk diterapkan.
Dari paparan di atas, dapat ditafsirkan bahwa para guru (pada beberapa lembaga yang menjadi responden dalam penulisan ini) dalam menggunakan metode masih monoton. Sikap guru dalam hal metode masih terlihat se-arah, meski mereka menyatakan bahwa metode yang digunakan bersifat kombinasi. Dengan demikian kompetensi profesionalisme guru belum tampak dan jelas.

C.  Upaya Guru dalam Pengembangan Metode
Setelah mengetahui apresiasi guru terhadap penggunaan metode, selanjutnya pada bagian ini penulis akan memaparkan bagaimana dan seberapa jauh aktivitas guru dalam mengembangkan metode pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar sangat dibutuhkan sebuah suasana yang menarik dan menyenangkan. Berbicara mengenai menarik dan menyenangkan berarti harus menyentuh pada persoalan performent atau kepribadian yang ada pada pribadi guru. Oleh karena itu, agar tidak kehilangan performent-nya, maka upaya untuk meningkatkan pengembangan metode mutlak diperlukan oleh seorang guru.
Efektif tidaknya suatu proses kegiatan pembelajaran di sekolah banyak ditentukan oleh intensitas guru. Supaya bisa berjalan secara intensif, maka guru dituntut memiliki metode yang kreatif untuk menciptakan kreasi-kreasi baru yang mampu menghidupkan suasana belajar siswa. Oleh karena itu, disinilah perlunya pengembangan metode itu dilakukan oleh seorang guru. Guru tidak boleh berhenti dari pengembangan pribadi, termasuk masalah metode yang dipakai.
Berdasarkan temuan di lapangan, ternyata para guru yang mengembangkan metode belum di atas rata-rata. Hal ini karena kebiasaan yang sudah mentradisi sejak lama. Dengan demikian, secara kualitatif dapat ditafsirkan bahwa para guru masih belum optimal dalam mengembangkan metode pembelajaran.
Untuk melihat lebih jauh, bagi para guru yang mengembangkan metode pembelajaran, mereka menempuh cara-cara yang berbeda-beda. Adapun cara yang mereka tempuh yaitu, pertama, mengikuti kegiatan pelatihan-pelatihan yang sifatnya insidentil. Kedua, membaca buku-buku tentang metode pembelajaran yang relevan. Ketiga, dengan cara berdiskusi dan saling tukar menukar ide, pengalaman terhadap sesama teman guru di sekolah. Dengan ketiga cara tersebut, menurut para guru merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan dan memperkaya wawasan tentang metode pengajaran.
Sementara bagi guru yang bersikap setengah-setengah, mereka beralasan bahwa metode yang selama ini digunakan telah merasa cukup sehingga tidak perlu lagi dikembangkan. Selain itu, faktor lain yang menurut mereka adalah terbatasnya fasilitas dan pendukung pembelajaran yang dimiliki sekolah, sehingga untuk melakukan pengembangan metode pembelajaran tidak diperlukan. Dengan alasan-alasan tersebut, para guru merasa yakin bahwa dengan metode yang dimiliki selama ini sudah baik.

D.   Upaya Guru dalam Menumbuhkan Kepribadian Siswa
Salah satu peran strategis yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran adalah menumbuhkan sikap kepribadian siswa. Sebab, guru di sekolah dipandang sebagai pengganti orang tua, yang berkewajiban mengarahkan, memotivasi dan membimbing peserta didik ke jalan yang benar. Lebih-lebih dalam pergaulan yang semakin bebas seperti saat ini, tugas guru akan semakin menentukan masa depan siswa.
Menumbuhkan kepribadian siswa tentu saja membutuhkan proses dan sekaligus memerlukan kesabaran yang tinggi. Di sinilah perlunya interaksi guru dan siswa secara komunikatif dan berkelanjutan. Interaksi itu bisa langsung melalui proses pembelajaran di kelas dan juga bisa di luar kelas. Berkaitan upaya guru dalam menumbuhkan kepribadian, penulis telah melakukan eksplorasi seberapa jauh komitmen para guru di beberapa sekolah di wilayah Paciran Lamongan dalam menumbuhkan kepribadian siswa.
Beberapa sekolah dalam meningkatkan pengembangan kepribadian siswa sudah baik. Hal ini seperti yang dikemukakan para guru bahwa tugas membimbing kepribadian siswa merupakan tugas semua guru. Sebagaimana apresiasi yang dikemukakan oleh para guru bahwa mereka telah berusaha semaksimal mungkin untuk menumbuhkan kepribadian siswa.
Adapun upaya guru dalam menumbuhkan kepribadian siswa yaitu pertama, para guru memberikan nasehat dan wejangan di sela-sela proses belajar mengajar. Pada waktu ini guru sambil mengkondisikan siswa untuk memulai materi pelajaran. Kedua, menerapkan kedisiplinan dalam belajar. Para guru berusaha keras untuk mendisiplinkan para siswa tepat waktu dalam mengikuti aktivitas belajar mengajar. Ketiga, para guru ikut memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Dan keempat, membiasakan memulai aktivitas belajar mengajar dengan do’a dan nasehat agama.

E.   Kendala Sekolah dalam Mengembangkan Profesionalisme
Dalam upaya pengembangan profesionalisme guru, tantangan yang dihadapi sekolah paling tidak ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.[4] Kendala internal misalnya belum lengkapnya fasilitas sekolah, sarana-prasarananya, lemahnya manajemen organisasi sekolah dan sebagainya. Sementara kendala eksternal seperti minimnya motivasi guru, terbatasnya sumber daya manusia yang dapat mendayagunakan perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat.
Selain beberapa segi positif yang dapat dilakukan untuk pengembangan profesionalisme guru, pihak sekolah juga menemui beberapa kendala. Umumnya kendala-kendala yang dihadapi selama ini adalah sebagai berikut :
1.    Faktor Finansial
Kendala paling utama yang sering dihadapi oleh sekolah-sekolah adalah aspek finansial. Aspek finansial adalah unsur penting dalam rangka memperlancar penyelenggaraan proses belajar mengajar pada sekolah. Bahkan dalam setiap kegiatan yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak bisa terlepas dari aspek finansial.
Keterbatasan sumber finansial mempengaruhi kegiatan proses pengembangan akademik, termasuk sumber daya guru. Segala aktivitas yang menyangkut kegiatan sekolah tidak dapat berlangsung secara maksimal karena terhalang oleh terbatasnya finansial. Karena itu, aspek finansial merupakan salah satu faktor penting yang ikut menumbuhkan-kembangkan sekolah, termasuk untuk pengembangan profesionalisme guru.
2.    Motivasi Guru Rendah
Selain aspek finansial, kendala yang cukup serius yang dirasakan oleh kebanyakan sekolah adalah rendahnya motivasi guru. Motivasi adalah sesuatu yang memulai gerakan atau sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Tercatat ada beberapa sekolah yang merasakan bahwa para tenaga guru yang ada masih rendah motivasinya.
Rendahnya motivasi guru dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, aspek kebutuhan fisiologis atau latar belakang ekonomi keluarga guru. Bagi guru yang berstatus DPK, menganggap bahwa beban dan tugas sebagai guru hanya terbatas untuk mengajar saja. Meskipun pendapatan mereka jauh lebih signifikan ketimbang para guru yang tidak berstatus DPK. Akibatnya, visi guru terhadap peningkatan perubahan dan kemajuan untuk sekolah dapat dibilang kurang efektif. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa komitmen guru, khususnya yang berstatus DPK terhadap peningkatan kualitas tidak berjalan secara maksimal.    Kedua, kesibukan guru di luar sekolah. Seperti pada poin pertama, bahwa tidak sedikit para guru yang mempunyai pekerjaan sambilan di luar. Artinya bahwa para guru memiliki tugas/pekerjaan ganda yang sama-sama memerlukan konsentrasi, baik dari segi waktu maupun kemampuan. Sehingga hal ini mempengaruhi kelancaran dan pengembangan profesi guru. Selanjutnya, peran dan motivasi guru menjadi berkurang sebab para guru sering disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang hampir sama padatnya dengan kesibukan yang harus dipersiapkan untuk sekolah.  Ketiga, faktor kebiasaan-kebiasaan guru yang sulit diubah. Faktor ini berkecenderungan bahwa sebagian guru memang sulit untuk diajak menyesuaikan perubahan-perubahanyang ada, termasuk merespon kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sekolah. Hal terkait misalnya, tentang pendayagunaan sumber-sumber pembelajaran yang masih bersifat monoton. Bahkan, di kalangan guru ada yang berpandangan, bahwa cara dan pendekatan yang selama ini digunakan merupakan sesuatu yang final. Artinya, seorang guru melakukan tugasnya dengan berpatokan kebiasaan-kebiasaan lama yang baku. Meskipun kebiasaan tersebut sesungguhnya sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan dalam konteks pembelajaran saat ini. Di samping itu, kebiasaan-kebiasaan lainnya yaitu terlambatnya tugas-tugas guru yang semestinya harus diselesikan. Seperti pembuatan dan penyusunan program pengajaran bagi guru bidang studi, tugas administrasi sekolah dan lain-lain.    
3.    Lemahnya Kontrol dan Manajemen Akademik
Selain dua kendala tersebut di atas, faktor lain yang menjadi kendala pada beberapa sekolah yaitu lemahnya kontrol dan manajemen akademik. Fungsi pengendali mutu akademik seringkali tidak berjalan secara fungsional. Hal ini terungkap bahwa dalam pengawasan mutu akademik, para guru banyak yang lepas dari pengawasan sekolah. Tugas-tugas dan tanggung jawab yang diembankan sekolah kepada para guru, tanpa dilakukan pengecekan dan pembahasan ulang untuk mencari keabsahannya.
Tidak berjalannya kontrol akademik ini desebabkan terbatasnya pembimbing akademik yang kompeten di bidangnya, tidak adanya penyelia yang mengarahkan ke arah pengembangan mutu guru, dan banyaknya beban tugas mengajar di sebagian kalangan guru. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, bahwa kelemahan ini menjadi alam kebebasan para guru di sekolah untuk tidak berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Atau dalam bahasa lain, mereka terbebas dari pengawasan dan pengendalian yang semestinya di lakukan sekolah.
Kelemahan lain yang dihadapi oleh sekolah adalah manajemen akademik. Akibatnya, kelemahan tersebut menyebabkan tidak berjalannya tugas-tugas secara efektif. Kelemahan manajemen akademik ini telah mengaburkan orientasi sekolah, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjangnya. Dengan demikian, kelemahan ini membawa implikasi pada lemahnya produktivitas, responsibilitas, profesionalisme dan akuntabilitas.       

Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa upaya guru dalam mengembangkan metode pembelajaran memerlukan banyak faktor pendukung baik secara internal maupun eksternal.
Faktor internal dimaksud adalah menuntut motivasi, kreativitas dan produktivitas guru dalam mengembangkan metode pembelajaran. Sementara faktor eksternal adalah dukungan finansial, sarana-prasarana, kontrol akademik maupun manajemen akademik yang dialokasikan dan dikembangkan oleh sekolah. Dengan ketersediaannya semua fasilitas tersebut sangat dimungkinkan akan terjadinya kemudahan yang dirasakan oleh guru dalam upaya untuk mengembangkan metode pembelajaran. Dengan kata lain, dukungan yang memadai yang diberikan oleh sekolah akan dapat memberikan hasil maksimal terhadap upaya guru dalam mengembangkan metode pembelajaran.   






DAFTAR PUSTAKA
Anwar Jasin, Pengembangan Profesionalisme Guru dalam Rangka Peningkatan Mutu SDM, Jakarta: Intermasa, 1997.  
Djunaidi A. Ghany. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Terjemahan. Surabaya: Bina Ilmu, 1997.
Moleong, Lexy J. Metode Pendekatan Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1997.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Raharjo, M. Dawam, Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional, Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, Jakarta: Intermasa, 1997.
Sutisno, Oteng. Administrasi Pendidikan; Dasar Teoritik Untuk Praktek Profesional, Bandung : Angkasa, 1993.
Tilaar, HAR. Paradigma Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Cet. IX. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998.




[1] Penulis adalah Dosen Tetap Ekonomi Syari’ah STAI Raden Qosim Lamongan lulusan Pasca Sarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
[2] Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional. Cet. IX (Bandung: Remaja Risdakarya, 1998), 83
[3] Tilaar, HAR, Paradigma Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 37
[4] Raharjo, M. Dawam, Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional, Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, (Jakarta: Intermasa, 1997) 94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari tunjukkan sikap akademis kita dengan sopan dalam berkomentar