Abstraksi
In teaching learning process, method or style is very
important, as the way to give the informations or materials to the students.
More than, method or style is one of the element that can make the successful
in the teaching learning process applied. So, as teachers, we have to creative, selective, and
competitive in applying which ones of the method or style is best that can be
used in teaching learning process.
Kata Kunci : Guru, Metode, Pembelajaran
A.
Pengantar
Dalam proses belajar mengajar, metode atau cara penyampaian
materi merupakan bagian penting dari sub-komponen pendidikan. Bahkan, metode
sesungguhnya sangat menentukan tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran
pendidikan. Dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar, guru selalu dihadapkan dengan “suatu pilihan”
metode apa yang sekiranya sesuai dengan kondisi materi pelajaran, tingkatan
kemampuan siswa, atau bahkan kelas/lingkungan, dan seterusnya.
Sehingga aspek metode merupakan inti yang menentukan
tercapainya sebuah tujuan kegiatan, yakni tujuan pembelajaran. Sebagaimana
diketahui bahwa metode pembelajaran telah tersedia bermacam-macam jenis. Hanya
menggunakan dan memilih metode mana yang dianggap paling tepat. Penggunaan
metode sesungguhnya tidak terlepas dari beberapa hal; pertama, keadaan siswa yang mencakup pertimbangan tentang tingkat
kecerdasan, kematangan, dan perbedaan individual. Kedua, tujuan yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah
kognitif maka metodenya juga yang relevan dengan tujuannya. Ketiga, situasi yang mencakup hal yang
umum seperti situasi kelas dan situasi lingkungan. Keempat, alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode
yang akan digunakan. Kelima, kemampuan
dan pengalaman mengajar tentu saja sangat menentukan, baik itu mencakup
kemampuan fisik, maupun keahlian atau ketrampilan.[2]
Untuk mengetahui tentang kajian ini maka penulis mengajukan
beberapa hal untuk melihat seberapa jauh apresiasi guru terhadap penggunaan dan
pengembangan metode. Adapun tolok ukur yang menjadi bahan kajian pada
sub-bahasan ini, diantaranya: 1) Metode yang dipakai guru dalam pembelajaran,
dan 2) Upaya guru dalam mengembangkan metode pembelajaran.
B. Metode yang Digunakan Guru
Metode
adalah cara dan gaya (method and style)
yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Adapun
yang dimaksud dengan metode disini yaitu
cara, teknik atau pendekatan pembelajaran yang digunakan guru dalam
menyampaikan materi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan proses
belajar mengajar tidak bisa berjalan dengan sendirinya, tanpa dukungan cara,
gaya atau pendekatan yang sangat memadahi. Oleh sebab itu, metode adalah satu
kesatuan yang melekat pada diri pribadi guru.
Menyadari
begitu pentingnya metode, tugas guru sebagai fasilitator berkewajiban dapat
menggunakan cara atau teknik penyampaian pesan kepada siswa dengan tepat.
Dengan kerangka inilah guru bisa berharap tujuan pesan yang hendak disampaikannya
kepada peserta didik dapat tercapai dengan maksimal. Bahkan, sukses tidaknya
interaksi guru dengan siswa sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh metode.
Seperti
yang telah penulis paparkan sebelumnya (tulisan pertama) bahwa penggunaan
metode memang menyesuaikan dengan tujuan, materi, dan kemampuan guru itu
sendiri. Karenanya, menggunakan metode tidak bisa dengan satu metode saja.
Bahkan bila perlu bisa menggunakan sebanyak-banyaknya sesuai dengan kondisi
yang memungkinkan untuk itu. Dalam hal ini penulis mengajukan kepada para guru
tentang metode yang dipakai, guna melihat seberapa jauh para guru
menggunakannya.[3]
Berdasarkan
temuan penulis dari sumber informasi guru, bahwa para guru mayoritas
menggunakan metode metode kombinasi, campuran, gabungan atau eklektik. Selain
itu, metode yang mereka gunakan yaitu metode ceramah, demonstrasi, diskusi,
pemberian tugas, tanya jawab, praktikum, eksperimen, problem solving, dan
lain-lain.
Apresiasi
guru terhadap penggunaan metode kombinasi yaitu metode yang digunakan harus
sesuai dengan pokok bahasan atau materi yang akan disampaikan. Karena itu,
metodenya bisa berubah-ubah dan tentu saja harus mengkaitkan dengan suasana
kelas, aktivitas siswa, fasilitas dan sarana-prasarana sekolah.
Sementara
itu, hanya sebagian kecil saja guru yang memakai dua metode yakni ceramah dan
tanya jawab (brainstorming). Dalam
pandangan mereka bahwa dua metode tersebut adalah sangat efektif dalam menyampaikan
semua jenis materi kepada siswa. Bahkan, dalam kondisi apapun metode itu dapat
cocok untuk diterapkan.
Dari
paparan di atas, dapat ditafsirkan bahwa para guru (pada beberapa lembaga yang
menjadi responden dalam penulisan ini) dalam menggunakan metode masih monoton.
Sikap guru dalam hal metode masih terlihat se-arah, meski mereka menyatakan
bahwa metode yang digunakan bersifat kombinasi. Dengan demikian kompetensi
profesionalisme guru belum tampak dan jelas.
C. Upaya Guru dalam Pengembangan Metode
Setelah
mengetahui apresiasi guru terhadap penggunaan metode, selanjutnya pada bagian
ini penulis akan memaparkan bagaimana dan seberapa jauh aktivitas guru dalam
mengembangkan metode pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar sangat
dibutuhkan sebuah suasana yang menarik dan menyenangkan. Berbicara mengenai
menarik dan menyenangkan berarti harus menyentuh pada persoalan performent atau kepribadian yang ada
pada pribadi guru. Oleh karena itu, agar tidak kehilangan performent-nya, maka upaya untuk meningkatkan pengembangan metode
mutlak diperlukan oleh seorang guru.
Efektif
tidaknya suatu proses kegiatan pembelajaran di sekolah banyak ditentukan oleh
intensitas guru. Supaya bisa berjalan secara intensif, maka guru dituntut
memiliki metode yang kreatif untuk menciptakan kreasi-kreasi baru yang mampu
menghidupkan suasana belajar siswa. Oleh karena itu, disinilah perlunya
pengembangan metode itu dilakukan oleh seorang guru. Guru tidak boleh berhenti
dari pengembangan pribadi, termasuk masalah metode yang dipakai.
Berdasarkan
temuan di lapangan, ternyata para guru yang mengembangkan metode belum di atas
rata-rata. Hal ini karena kebiasaan yang sudah mentradisi sejak lama. Dengan
demikian, secara kualitatif dapat ditafsirkan bahwa para guru masih belum
optimal dalam mengembangkan metode pembelajaran.
Untuk
melihat lebih jauh, bagi para guru yang mengembangkan metode pembelajaran,
mereka menempuh cara-cara yang berbeda-beda. Adapun cara yang mereka tempuh
yaitu, pertama, mengikuti kegiatan
pelatihan-pelatihan yang sifatnya insidentil. Kedua, membaca buku-buku tentang metode pembelajaran yang relevan. Ketiga, dengan cara berdiskusi dan
saling tukar menukar ide, pengalaman terhadap sesama teman guru di sekolah.
Dengan ketiga cara tersebut, menurut para guru merupakan cara yang efektif
untuk mengembangkan dan memperkaya wawasan tentang metode pengajaran.
Sementara
bagi guru yang bersikap setengah-setengah, mereka beralasan bahwa metode yang
selama ini digunakan telah merasa cukup sehingga tidak perlu lagi dikembangkan.
Selain itu, faktor lain yang menurut mereka adalah terbatasnya fasilitas dan
pendukung pembelajaran yang dimiliki sekolah, sehingga untuk melakukan
pengembangan metode pembelajaran tidak diperlukan. Dengan alasan-alasan
tersebut, para guru merasa yakin bahwa dengan metode yang dimiliki selama ini
sudah baik.
D. Upaya
Guru dalam Menumbuhkan Kepribadian Siswa
Salah satu peran strategis yang harus dilakukan guru
dalam proses pembelajaran adalah menumbuhkan sikap kepribadian siswa. Sebab, guru
di sekolah dipandang sebagai pengganti orang tua, yang berkewajiban
mengarahkan, memotivasi dan membimbing peserta didik ke jalan yang benar.
Lebih-lebih dalam pergaulan yang semakin bebas seperti saat ini, tugas guru
akan semakin menentukan masa depan siswa.
Menumbuhkan kepribadian siswa tentu saja membutuhkan
proses dan sekaligus memerlukan kesabaran yang tinggi. Di sinilah perlunya
interaksi guru dan siswa secara komunikatif dan berkelanjutan. Interaksi itu
bisa langsung melalui proses pembelajaran di kelas dan juga bisa di luar kelas.
Berkaitan upaya guru dalam menumbuhkan kepribadian, penulis telah melakukan
eksplorasi seberapa jauh komitmen para guru di beberapa sekolah di wilayah
Paciran Lamongan dalam menumbuhkan kepribadian siswa.
Beberapa sekolah dalam meningkatkan pengembangan
kepribadian siswa sudah baik. Hal ini seperti yang dikemukakan para guru bahwa
tugas membimbing kepribadian siswa merupakan tugas semua guru. Sebagaimana
apresiasi yang dikemukakan oleh para guru bahwa mereka telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menumbuhkan kepribadian siswa.
Adapun upaya guru dalam menumbuhkan kepribadian siswa
yaitu pertama, para guru memberikan nasehat dan wejangan di sela-sela proses
belajar mengajar. Pada waktu ini guru sambil mengkondisikan siswa untuk memulai
materi pelajaran. Kedua, menerapkan kedisiplinan dalam belajar. Para guru
berusaha keras untuk mendisiplinkan para siswa tepat waktu dalam mengikuti
aktivitas belajar mengajar. Ketiga, para guru ikut memecahkan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Dan keempat, membiasakan memulai
aktivitas belajar mengajar dengan do’a dan nasehat agama.
E. Kendala Sekolah dalam
Mengembangkan Profesionalisme
Dalam upaya pengembangan profesionalisme guru, tantangan
yang dihadapi sekolah paling tidak ada dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.[4]
Kendala internal misalnya belum lengkapnya fasilitas sekolah,
sarana-prasarananya, lemahnya manajemen organisasi sekolah dan sebagainya.
Sementara kendala eksternal seperti minimnya motivasi guru, terbatasnya sumber
daya manusia yang dapat mendayagunakan perkembangan teknologi dan tuntutan
masyarakat.
Selain beberapa segi positif yang dapat dilakukan untuk
pengembangan profesionalisme guru, pihak sekolah juga menemui beberapa kendala.
Umumnya kendala-kendala yang dihadapi selama ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor Finansial
Kendala paling utama yang sering dihadapi oleh
sekolah-sekolah adalah aspek finansial. Aspek finansial adalah unsur penting
dalam rangka memperlancar penyelenggaraan proses belajar mengajar pada sekolah.
Bahkan dalam setiap kegiatan yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan di sekolah
tidak bisa terlepas dari aspek finansial.
Keterbatasan sumber finansial mempengaruhi kegiatan
proses pengembangan akademik, termasuk sumber daya guru. Segala aktivitas yang
menyangkut kegiatan sekolah tidak dapat berlangsung secara maksimal karena terhalang
oleh terbatasnya finansial. Karena itu, aspek finansial merupakan salah satu
faktor penting yang ikut menumbuhkan-kembangkan sekolah, termasuk untuk
pengembangan profesionalisme guru.
2. Motivasi Guru Rendah
Selain aspek finansial, kendala yang cukup serius yang
dirasakan oleh kebanyakan sekolah adalah rendahnya motivasi guru. Motivasi
adalah sesuatu yang memulai gerakan atau sesuatu yang membuat orang bertindak
atau berperilaku dalam cara-cara tertentu. Tercatat ada beberapa sekolah yang
merasakan bahwa para tenaga guru yang ada masih rendah motivasinya.
Rendahnya motivasi guru dipengaruhi beberapa faktor. Pertama,
aspek kebutuhan fisiologis atau latar belakang ekonomi keluarga guru. Bagi guru
yang berstatus DPK, menganggap bahwa beban dan tugas sebagai guru hanya
terbatas untuk mengajar saja. Meskipun pendapatan mereka jauh lebih signifikan
ketimbang para guru yang tidak berstatus DPK. Akibatnya, visi guru terhadap
peningkatan perubahan dan kemajuan untuk sekolah dapat dibilang kurang efektif.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa komitmen guru, khususnya yang berstatus
DPK terhadap peningkatan kualitas tidak berjalan secara maksimal. Kedua, kesibukan guru di luar
sekolah. Seperti pada poin pertama, bahwa tidak sedikit para guru yang
mempunyai pekerjaan sambilan di luar. Artinya bahwa para guru memiliki
tugas/pekerjaan ganda yang sama-sama memerlukan konsentrasi, baik dari segi
waktu maupun kemampuan. Sehingga hal ini mempengaruhi kelancaran dan
pengembangan profesi guru. Selanjutnya, peran dan motivasi guru menjadi
berkurang sebab para guru sering disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang
hampir sama padatnya dengan kesibukan yang harus dipersiapkan untuk
sekolah. Ketiga, faktor
kebiasaan-kebiasaan guru yang sulit diubah. Faktor ini berkecenderungan bahwa
sebagian guru memang sulit untuk diajak menyesuaikan perubahan-perubahanyang
ada, termasuk merespon kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sekolah. Hal
terkait misalnya, tentang pendayagunaan sumber-sumber pembelajaran yang masih
bersifat monoton. Bahkan, di kalangan guru ada yang berpandangan, bahwa cara
dan pendekatan yang selama ini digunakan merupakan sesuatu yang final. Artinya,
seorang guru melakukan tugasnya dengan berpatokan kebiasaan-kebiasaan lama yang
baku. Meskipun kebiasaan tersebut sesungguhnya sudah tidak relevan lagi untuk
diterapkan dalam konteks pembelajaran saat ini. Di samping itu,
kebiasaan-kebiasaan lainnya yaitu terlambatnya tugas-tugas guru yang semestinya
harus diselesikan. Seperti pembuatan dan penyusunan program pengajaran bagi
guru bidang studi, tugas administrasi sekolah dan lain-lain.
3.
Lemahnya Kontrol dan Manajemen Akademik
Selain dua kendala tersebut di atas, faktor lain yang
menjadi kendala pada beberapa sekolah yaitu lemahnya kontrol dan manajemen
akademik. Fungsi pengendali mutu akademik seringkali tidak berjalan secara
fungsional. Hal ini terungkap bahwa dalam pengawasan mutu akademik, para guru
banyak yang lepas dari pengawasan sekolah. Tugas-tugas dan tanggung jawab yang
diembankan sekolah kepada para guru, tanpa dilakukan pengecekan dan pembahasan
ulang untuk mencari keabsahannya.
Tidak berjalannya kontrol akademik ini desebabkan
terbatasnya pembimbing akademik yang kompeten di bidangnya, tidak adanya
penyelia yang mengarahkan ke arah pengembangan mutu guru, dan banyaknya beban
tugas mengajar di sebagian kalangan guru. Berdasarkan hasil temuan di lapangan,
bahwa kelemahan ini menjadi alam kebebasan para guru di sekolah untuk tidak
berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Atau dalam bahasa lain, mereka
terbebas dari pengawasan dan pengendalian yang semestinya di lakukan sekolah.
Kelemahan lain yang dihadapi oleh sekolah adalah
manajemen akademik. Akibatnya, kelemahan tersebut menyebabkan tidak berjalannya
tugas-tugas secara efektif. Kelemahan manajemen akademik ini telah mengaburkan
orientasi sekolah, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjangnya.
Dengan demikian, kelemahan ini membawa implikasi pada lemahnya produktivitas,
responsibilitas, profesionalisme dan akuntabilitas.
Penutup
Berdasarkan uraian di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa upaya guru dalam mengembangkan metode
pembelajaran memerlukan banyak faktor pendukung baik secara internal maupun
eksternal.
Faktor internal
dimaksud adalah menuntut motivasi, kreativitas dan produktivitas guru dalam
mengembangkan metode pembelajaran. Sementara faktor eksternal adalah dukungan
finansial, sarana-prasarana, kontrol akademik maupun manajemen akademik yang
dialokasikan dan dikembangkan oleh sekolah. Dengan ketersediaannya semua
fasilitas tersebut sangat dimungkinkan akan terjadinya kemudahan yang dirasakan
oleh guru dalam upaya untuk mengembangkan metode pembelajaran. Dengan kata
lain, dukungan yang memadai yang diberikan oleh sekolah akan dapat memberikan
hasil maksimal terhadap upaya guru dalam mengembangkan metode
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Jasin, Pengembangan Profesionalisme Guru dalam
Rangka Peningkatan Mutu SDM, Jakarta: Intermasa, 1997.
Djunaidi A. Ghany. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.
Terjemahan. Surabaya: Bina Ilmu, 1997.
Moleong, Lexy J. Metode Pendekatan Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1997.
Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi III, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Raharjo, M. Dawam, Keluar dari Kemelut
Pendidikan Nasional, Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, Jakarta:
Intermasa, 1997.
Sutisno, Oteng. Administrasi Pendidikan; Dasar Teoritik
Untuk Praktek Profesional, Bandung : Angkasa, 1993.
Tilaar, HAR. Paradigma Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Cet. IX.
Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari tunjukkan sikap akademis kita dengan sopan dalam berkomentar